Beberapa kasus yang pernah ditangani munir antara lain, kasus Marsinah (seorang aktivis buruh) yang dibunuh oleh militer pada tahun 1994, menjadi penasehat hukum warga Nipah, Madura, dalam kasus pembunuhan petani-petani oleh militer pada tahun 1993, penasehat hukum korban dan keluarga korban penembakan mahasiswa di Semanggi I (1998) dan Semanggi II (1999).
Di tahun 2003, Munir ikut bergabung dengan sejumlah aktivis senior dan aktivis pro demokrasi mendatangi gedung DPR pasca terjadinya penyerangan dan kekerasan yang terjadi dikantor Tempo. Padahal ketika itu kondisi Munir sedang tidak sehat dan dokter memerintahkannya untuk istirahat.
7 September 2004 terjadi momen yang tidak bisa dilupakan sekaligus momen menyedihkan bagi sesama aktivis HAM, para buruh, para petani, mahasiswa dan mungkin seluruh negri ini. Mereka kehilangan tokoh yang selama ini lantang dan berani menyuarakan hak-hak orang yang tertindas. Hari itu Munir Said Thalib dinyatakan wafat didalam pesawat Garuda GA-974 kursi 40 G dalam perjalanannya menuju Belanda guna melanjutkan studynya ke Universitas Utrecht. Munir dibunuh dengan menggunakan racun arsenik yang yang ditaruh ke makanannya oleh Pollycarpus Budihari Priyanto. Pollycarpus adalah seorang pilot Garuda yang waktu itu sedang cuti. Dan pada saat keberangkatan Munir ke Belanda, secara kontroversial ia diangkat sebagai corporate security oleh Dirut Garuda. Sampai saat ini kasus terbunuhnya Munir masih menjadi misteri, jenasah Munir dimakamkan di sebuah pemakaman umum di Kota Batu. Sejak tahun 2005, tanggal kematian Munir, 7 September, oleh para aktivis HAM dicanangkan sebagai Hari Pembela HAM Indonesia.
Mungkin secarik kata dari lagu Kantata Samsara yang berjudul Lagu Buat Penyaksi ini pantas dipersembahkan untuk sang Pahlawan orang Hilang, Munir Said Thalib.
Matinya seorang penyaksi
Bukan matinya kesaksian,
Tercatat di relung jiwa
Menjadi bara membara,
Duka cita terdalam..
Hari ini kisahmu abadi,
Berbaringlah kawan
Berbaringlah dengan tenang...